PEMBIAYAAN
1. DEFINISI
Menurut M.
Syafi’I Antonio menjelaskan bahwa pembiayaan merupakan salah satu tugas
pokok bank yaitu pemberian fasilitas dana untuk memenuhi kebutuhan pihak-pihak
yang merupakan deficit unit.
Veithza Rivai dan Arviyan Arifin menjelaskan, pembiayaan adalah penyediaan uang atau tagihan yang dapat dipersamakan dengan itu, berdasarkan persetujuan atau kesepakatan pinjam meminjam antara bank dan/atau lembaga keuangan lainnya dengan pihak lain yang mewajibkan pihak peminjam untuk melunasi utangnya setelah jangka waktu tertentu dengan imbalan bagi hasil.
Pembiayaan sering digunakan untuk menunjukkan aktivitas
utama BMT, karena berhubungan dengan rencana memperoleh pendapatan. Berdasarkan
UU No. 7 tahun 1992, yang dimaksud pembiayaan adalah : “Penyediaan uang atau
tagihan yang dapat dipersamakan dengan itu berdasarkan tujuan atau kesepakatan
pinjam meminjam antara bank dengan pihak lain yang mewajibkan pihak peminjam
untuk melunasi hutangnya setelah jangka waktu tertentu ditambah dengan sejumlah
bunga, imbalan atau pembagian hasil.” Sedangkan menurut PP No. 9 tahun 1995,
tentang pelaksanaan simpan pinjam oleh koperasi, pengertian pinjaman adalah :
“Penyediaan uang atau tagihan yang dapat dipersamakan dengan itu, berdasarkan
tujuan atau kesepakatan pinjam meminjam antara koperasi dengan pihak lain yang
mewajibkan pihak peminjam untuk melunasi hutangnya setelah jangka waktu
tertentu dengan disertai pembayaran sejumlah imbalan”.
Ismail menjelaskan, pembiayaan merupakan aktivitas bank
syariah dalam menyalurkan dananya kepada pihak nasabah yang membutuhkan dana.
Pembiayaan sangat bermanfaat bagi bank syariah, nasabah, dan pemerintah.
Pembiayaan memberikan hasil yang paling besar di antara penyaluran dana lainnya
yang dilakukan oleh bank syariah. Sebelum menyalurkan dana melalui pembiayaan,
bank syariah perlu melakukan analisis pembiayaan yang mendalam. Sifat
pembiayaan bukan merupakan utang piutang, tetapi merupakan investasi yang
diberikan bank kepada nasabah dalam melakukan usaha. Sementara pembiayaan juga
Sementara pembiayaan juga memiliki fungsi, di antaranya:
1. Pembiayaan dapat meningkatkan arus
tukar-menukar barang dan jasa.
2. Pembiayaan merupakan alat yang
dipakai untuk memanfaatkan idle fund.
3. Pembiayaan sebagai alat pengendali
harga.
4.
Pembiayaan
dapat mengaktifkan dan meningkatkan manfaat ekonomi yang ada.
Hertanto Widodo menjelaskan pembiayaan merupakan
penyaluran dana BMT kepada pihak ketiga berdasarkan kesepakatan pembiayaan
antara BMT dengan pihak lain dengan jangka waktu tertentu dan nisbah bagi hasil
yang disepakati. Pembiayaan dibedakan menjadi pembiayaan musyara>kah dan mud}a>rabah.
Penyaluran dana dalam bentuk jual beli dengan pembayaran ditangguhkan adalah
penjualan barang dari BMT kepada nasabah, dengan harga ditetapkan sebesar biaya
perolehan barang ditambah margin keuntungan yang disepakati untuk keuntungan
BMT.
Pembiayaan dengan prinsip jual-beli ditujukan untuk memiliki barang, sedangkan yang menggunakan prinsip sewa ditujukan untuk mendapatkan jasa. Prinsip bagi hasil digunakan untuk usaha kerjasama yang ditujukan guna mendapatkan barang dan jasa sekaligus.
Dari
beberapa pengertian pembiayaan diatas dapat diambil kesimpulan bahwa
pembiayaan adalah aktivitas BMT dalam penyediaan dana dimana dana tersebut
didapat dari anggota yang kelebihan dana, dan disalurkan kepada pihak yang
kekurangan dana dengan kesepakatan pengembaliannya dalam jangka waktu tertentu
dan nisbah bagi hasil yang telah disepakati.
Dalam melakukan penilaian permohonan pembiayaan bank syariah bagian
marketing harus memperhatikan beberapa prinsip utama yang berkaitan dengan
kondisi secara keseluruhan calon nasabah. Di dunia perbankan syariah prinsip
penilaian dikenal dengan 5 C + 1 S , yaitu :
a.Character
Yaitu penilaian terhadap karakter atau kepribadian calon penerima pembiayaan dengan tujuan untuk memperkirakan kemungkinan bahwa penerima pembiayaan dapat memenuhi kewajibannya.
b.Capacity
Yaitu penilaian secara subyektif tentang kemampuan penerima pembiayaan untuk melakukan pembayaran. Kemampuan diukur dengan catatan prestasi penerima pembiayaan di masa lalu yang didukung dengan pengamatan di lapangan atas sarana usahanya seperti toko, karyawan, alat-alat, pabrik serta metode kegiatan.
c.Capital
Yaitu penilaian terhadap kemampuan modal yang dimiliki oleh calon penerima pembiayaan yang diukur dengan posisi perusahaan secara keseluruhan yang ditujukan oleh rasio finansial dan penekanan pada komposisi modalnya.
d.Collateral
Yaitu jaminan yang dimiliki calon penerima pembiayaan. Penilaian ini bertujuan untuk lebih meyakinkan bahwa jika suatu resiko kegagalan pembayaran tercapai terjadi , maka jaminan dapat dipakai sebagai pengganti dari kewajiban.
e.Condition
Bank syariah harus melihat kondisi ekonomi yang terjadi di masyarakat secara spesifik melihat adanya keterkaitan dengan jenis usaha yang dilakukan oleh calon penerima pembiayaan. Hal tersebut karena kondisi eksternal berperan besar dalam proses berjalannya usaha calon penerima pembiayaan.
f.Syariah
Penilaian ini dilakukan untuk menegaskan bahwa usaha yang akan dibiayaai benar-benar usaha yang tidak melanggar syariah sesuai dengan fatwa DSN “Pengelola tidak boleh menyalahi hukum syariah Islam dalam tindakannya yang berhubungan dengan mudharabah.”
a.Character
Yaitu penilaian terhadap karakter atau kepribadian calon penerima pembiayaan dengan tujuan untuk memperkirakan kemungkinan bahwa penerima pembiayaan dapat memenuhi kewajibannya.
b.Capacity
Yaitu penilaian secara subyektif tentang kemampuan penerima pembiayaan untuk melakukan pembayaran. Kemampuan diukur dengan catatan prestasi penerima pembiayaan di masa lalu yang didukung dengan pengamatan di lapangan atas sarana usahanya seperti toko, karyawan, alat-alat, pabrik serta metode kegiatan.
c.Capital
Yaitu penilaian terhadap kemampuan modal yang dimiliki oleh calon penerima pembiayaan yang diukur dengan posisi perusahaan secara keseluruhan yang ditujukan oleh rasio finansial dan penekanan pada komposisi modalnya.
d.Collateral
Yaitu jaminan yang dimiliki calon penerima pembiayaan. Penilaian ini bertujuan untuk lebih meyakinkan bahwa jika suatu resiko kegagalan pembayaran tercapai terjadi , maka jaminan dapat dipakai sebagai pengganti dari kewajiban.
e.Condition
Bank syariah harus melihat kondisi ekonomi yang terjadi di masyarakat secara spesifik melihat adanya keterkaitan dengan jenis usaha yang dilakukan oleh calon penerima pembiayaan. Hal tersebut karena kondisi eksternal berperan besar dalam proses berjalannya usaha calon penerima pembiayaan.
f.Syariah
Penilaian ini dilakukan untuk menegaskan bahwa usaha yang akan dibiayaai benar-benar usaha yang tidak melanggar syariah sesuai dengan fatwa DSN “Pengelola tidak boleh menyalahi hukum syariah Islam dalam tindakannya yang berhubungan dengan mudharabah.”
2.
Unsur-unsur dan manfaat pembiayaan:
Setiap
pemberian pembiayaan sebenarnya jika dijabarkan secara mendalam mengandung
beberapa arti. Sehingga, apabila kita bicara pembiayaan maka termasuk
membicarakan unsur-unsur yang ada di dalamnya. Menurut Kasmir unsur-unsur pembiayaan sebagai berikut:
a.
Kepercayaan
Yaitu diberikat kepada debitur baik dalam
bentuk uang, jasa maupun barang akan benar-benar dapat diterima kembali oleh
koperasi dalam jangka waktu yang telah ditentukan.
b.
Kesepakatan
Kesepakatan ini dituangkan dalam suatu
perjanjian dimana masing-masing pihak menandatangani hak dan kewajibannya.
Kesepakatan penyaluran pembiayaan dituangkan dalam akad pembiayaan yang
ditandatangani oleh kedua belah pihak, yaitu koperasi dan anggotanya.
c.
Jangka
waktu
Setiap pembiayaan yang diberikan mempunyai
jangka waktu tertentu sesuai dengan kesepakatan. Jangka waktu ini mencakup masa
pengembalian pembiayaan yang disepakati. Hampir dapat dipastikan bahwa tidak
ada pembiayaan yang tidak memiliki jangka waktu.
d.
Risiko
Dalam memberikan pembiayaan kepada para
pengusaha tidak selamanya koperasi akan mengalami suatu keuntungan, koperasi
bisa juga mengalami suatu risiko kerugian. Suatu risiko ini muncul karena ada
tenggang waktu pengambilan (jangka waktu). Semakin panjang jangka waktu suatu
pembiayaan maka semakin besar risiko tidak tertagih, demikian pula sebaliknya.
e.
Balas
Jasa
Merupakan keuntungan atas pemberian suatu
pembiayaan atau jasa tersebut yang kita kenal dengan nama bagi hasil. Balas
jasa dalam bentuk bagi hasil dan biaya administrasi pembiayaan ini merupakan
keuntungan koperasi. Sedangkan bagi koperasi yang tidak berdasarkan prinsip
syariah balas jasanya ditentukan dengan bunga.
G. Kurangnya
ketajaman bisnis (misal : tidak jeli melihat peluang, tidak dapat
mengadaptasi masalah dengan baik). Ketidakmampuan dalam melakukan
peralihan/transisi kewirausahaan. Wirausaha yang kurang siap menghadapi dan
melakukan perubahan, tidak akan menjadi wirausaha yang berhasil. Keberhasilan
dalam berwirausaha hanya bisa diperoleh apabila berani mengadakan perubahan dan
mampu membuat peralihan setiap waktu.
H. Kurangnya pengalaman bisnis. Kurang
berpengalaman baik dalam kemampuan mengkoordinasikan, keterampilan mengelola
sumber daya manusia, maupun kemampuan mengintegrasikan operasi perusahaan.
pengalaman yang cukup bisa menjadikan peluang usaha yang baik
I.
Harus dapat mengidentifikasi lebih dahulu
kebutuhan modal (baik secara finansial maupun berupa mesin). kurangnya
pengawasan peralatan. Pengawasan erat kaitannya dengan efisiensi dan
efektivitas. Kurang pengawasan dapat mengakibatkan penggunaan alat tidak
efisien dan tidak efektif
J. Harus
laba dan proyeksi mengenai tingkat pengembalian investasi. Kurang
dapat mengendalikan keuangan. Agar perusahaan dapat berhasil dengan baik,
faktor yang paling utama dalam keuangan adalah memelihara aliran kas. Mengatur
pengeluaran dan penerimaan secara cermat. Kekeliruan dalam memelihara aliran
kas akan menghambat operasional perusahan dan mengakibatkan perusahaan tidak
lancar.ada proyeks
K. Harus
ada identifikasi tujuan dari penggunaan modal usaha. Tidak kompeten
dalam manajerial. Tidak kompeten atau tidak memiliki kemampuan dan pengetahuan
mengelola usaha merupakan faktor penyebab utama yang membuat perusahaan kurang
berhasil.
L. Kinerja
atau konsep perusahaan yang meragukan membuat para wirausahawan
gagal dalam menjalankan usahanya hal ini menyebabkan adanya faham budaya feodal
warisan kolonialisme jaman dahulu yang menganggap bahwa menjadi wirausahawan
lebih banyak resiko yang mesti ditanggung, beda dengan menjadi seorang karyawan
atau buruh yang hanya memikirkan pekerjaan. Resiko bisnis yang terlalu tinggi,
tingkat keuntungan dan pengembangan investasi yang rendah
M. Kegagalan
perusahaan untuk menindaklanjuti juga disebabkan karena tidak
kompetennya dalam manajerial. Tidak kompeten atau tidak memiliki kemampuan dan
pengetahuan mengelola usaha merupakan faktor penyebab utama yang membuat
perusahaan kurang berhasil.
N. Kurangnya
pengalaman dan ketajaman bisnis dalam kemampuan mengkoordinasikan,
keterampilan mengelola sumber daya manusia, maupun kemampuan mengintegrasikan
operasi perusahaan.
O. Preferensi dari pemodal yang
mengharuskan adanya proyeksi laba dan proyeksi mengenai tingkat pengembalian
investasi.
P. Kurangnya
hubungan dengan sumber-sumber modal mengakibatkan sulitnya
wirausahawan untuk mengembangkan usahanya.
Q. Kapitalisasi
yang tidak memadai, pengeluaran operasi yang tidak diprediksi, investasi yang
berlebihan pada aset tetap dan kesulitan keuangan yang berkait. Masalah
finansial tersebut merupakan salah satu penyebab kegagalan usaha baru.
R. Pembiayaan
Modal Kerja Transaksional, adalah Pembiayaan Modal Kerja yang diberikan
berdasarkan kebutuhan modal kerja untuk satu siklus usaha atau PMK berdasarkan adanya kontrak kerja yang dilakukan Nasabah Eksportir dengan pihak lain yang selesai dengan berakhirnya masa kontrak kerja tersebut.
berdasarkan kebutuhan modal kerja untuk satu siklus usaha atau PMK berdasarkan adanya kontrak kerja yang dilakukan Nasabah Eksportir dengan pihak lain yang selesai dengan berakhirnya masa kontrak kerja tersebut.
S.
Pembiayaan Modal Kerja Non Transaksional,
adalah Pembiayaan Modal Kerja yang diberikan
untuk memenuhi kebutuhan transaksi Nasabah Eksportir yang bersifat revolving maupun non
revolving. Jangka waktu Pembiayaan Modal Kerja Ekspor adalah sampai dengan 1 (satu) tahun atau sesuai dengan siklus usaha Nasabah Eksportir, atau jangka waktu proyeksi cash flow yang ditetapkan, dan dapat diperpanjang sesuai kebutuhan Untuk syarat dan ketentuan lainnya mengacu kepada pedoman operasional fasilitas Pembiayaan Modal Kerja Ekspor yang berlaku di Divisi Syariah serta Perjanjian Pembiayaan yang telah ditandatangani antara Nasabah Eksportir dan Indonesia Eximbank.
untuk memenuhi kebutuhan transaksi Nasabah Eksportir yang bersifat revolving maupun non
revolving. Jangka waktu Pembiayaan Modal Kerja Ekspor adalah sampai dengan 1 (satu) tahun atau sesuai dengan siklus usaha Nasabah Eksportir, atau jangka waktu proyeksi cash flow yang ditetapkan, dan dapat diperpanjang sesuai kebutuhan Untuk syarat dan ketentuan lainnya mengacu kepada pedoman operasional fasilitas Pembiayaan Modal Kerja Ekspor yang berlaku di Divisi Syariah serta Perjanjian Pembiayaan yang telah ditandatangani antara Nasabah Eksportir dan Indonesia Eximbank.
T. Pembiayaan
modal kerja ekspor dengan prinsip Ijarah adalah untuk penyewaan barang (misal:
peralatan, mesin, bangunan) dalam rangka pemenuhan kebutuhan modal kerja
Nasabah Eksportir. Usaha Nasabah Eksportir bukan termasuk jenis usaha
terlarang, tidak melanggar prinsip syariah seperti minuman keras, rokok dan
tidak melanggar ketentuan hukum Indonesia, seperti: narkoba, penyelundupan, dan
lain-lain.
Solusi masalah
pembiayaan
1 . Hal ini tentu saja
harus didukung oleh permodalan dan pembiayaan dalam menjalankan aktifitasnya,
dimana kemitraan dengan
lembaga atau instansi pembiayaan akan menimbulkan dampak yang harus
dipertimbangkan terhadap perkembangannya.PERAN koperasi, usaha mikro, kecil dan
menengah (KUMKM) telah terbukti memberikan sumbangan yang cukup signifikan
terhadap pertumbuhan ekonomi Indonesia, demikian juga terhadap penyerapan
tenaga kerja. Hal ini dapat dilihat dari catatan sejarah tentang krisis
ekonomi, baik pada 1997 maupun pada 2008, KUMKM merupakan sektor yang tidak
terkena dampak krisis. Salah satu yang menarik adalah potensi dan peluang usaha UMKM yang ditunjukkan oleh
keberadaannya sekitar 49,7 juta unit usaha pada 2007, dengan kegiatan usaha
yang mencakup hampir semua lapangan usaha, serta tersebar di seluruh tanah air.
Pemberdayaan KUMKM merupakan sisi lain pemberdayaan masyarakat, yang akan mendukung
peningkatan produktivitas, penyediaan lapangan kerja, dan peningkatan
pendapatan bagi masyarakat miskin. Kegiatan UMKM menyerap 96,8 persen dari
seluruh pekerja yang berjumlah 80,3 juta pekerja. Kontribusi UMKM terhadap
pembentukan produk domestik bruto (PDB) pada 2007 sebesar 54,2 persen, dengan
laju pertumbuhan nilai tambah 6,3 persen. Angka pertumbuhan tersebut melampaui
laju pertumbuhan nilai tambah untuk usaha besar. Sementara itu, sampai akhir
2007, jumlah koperasi telah mencapai 132.000 unit, dengan anggota 27,3 juta
orang.Melihat database tersebut
maka KUMKM sangat eksotis, seksi, dan menarik bagi kalangan lembaga pembiayaan
seperti lembaga keuangan (bank dan nonbank-red.). Hanya, KUMKM ibarat gadis ndeso
yang sangat polos, lugu, dan jujur, sehingga untuk pendekatannya pun perlu
strategi dan taktik, baik strategi bisnis maupun
strategi teknis yang sesuai dengan karakteristik KUMKM. Di sisi lain, KUMKM
sebagai pelaku usaha memerlukan kehadiran lembaga keuangan untuk kepentingan
modal kerja ataupun investasi.
Namun, karena terdapat keterbatasan di kedua belah pihak, jalinan hubungan baik antara keduanya sulit terjadi. Untuk itu, kedua belah pihak perlu menyamakan sudut pandang dan bahasa, agar dapat terjalin hubungan yang harmonis.
Dari sisi sudut pandang, terutama dikaitkan dengan prinsip prudential (kehati-hatian) lembaga keuangan. Hal ini harus dapat dimengerti oleh KUMKM sebagai prasyarat utama yang disepakati bersama. Jika tidak maka tidak akan muncul trust (kepercayaan). Padahal, hal itu modal dasar dalam hubungan bisnis.
Biasanya lembaga keuangan menerapkan persyaratan tinggi untuk prinsip kehati-hatian ini, sehingga sulit untuk dipenuhi beberapa KUMKM terutama bagi yang belum bankable (layak dari sisi bank). Jika terjadi, KUMKM akan menuding lembaga keuangan aroganDari sisi bahasa, KUMKM mempunyai latar belakang intelektual yang berbeda dengan mereka di lembaga keuangan. Terkadang pemahaman bahasa menjadi kendala terutama bahasa atau istilah-istilah dalam bidang keuangan. Komunikasi sebagai modal untuk menjalin hubungan baik, maka perlu digunakan bahasa atau istilah-istilah yang mudah dan dipahami oleh KUMKM.
Namun, karena terdapat keterbatasan di kedua belah pihak, jalinan hubungan baik antara keduanya sulit terjadi. Untuk itu, kedua belah pihak perlu menyamakan sudut pandang dan bahasa, agar dapat terjalin hubungan yang harmonis.
Dari sisi sudut pandang, terutama dikaitkan dengan prinsip prudential (kehati-hatian) lembaga keuangan. Hal ini harus dapat dimengerti oleh KUMKM sebagai prasyarat utama yang disepakati bersama. Jika tidak maka tidak akan muncul trust (kepercayaan). Padahal, hal itu modal dasar dalam hubungan bisnis.
Biasanya lembaga keuangan menerapkan persyaratan tinggi untuk prinsip kehati-hatian ini, sehingga sulit untuk dipenuhi beberapa KUMKM terutama bagi yang belum bankable (layak dari sisi bank). Jika terjadi, KUMKM akan menuding lembaga keuangan aroganDari sisi bahasa, KUMKM mempunyai latar belakang intelektual yang berbeda dengan mereka di lembaga keuangan. Terkadang pemahaman bahasa menjadi kendala terutama bahasa atau istilah-istilah dalam bidang keuangan. Komunikasi sebagai modal untuk menjalin hubungan baik, maka perlu digunakan bahasa atau istilah-istilah yang mudah dan dipahami oleh KUMKM.
2 .
Pembiayaan sangat dibutuhkan untuk mendukung permodalan dan pengembangan sektor
riel. Meskipun hal ini telah dirasakan fungsinya di Indonesia terutama dalam
konsep perbankan, baik yang berbentuk konvensional maupun syariah. Namun sayangnya
dalam praktiknya di lapangan belum menyentuh sektor Usaha Mikro Kecil (UMK),
mulai dari pedagang kaki lima hingga pedagang-pedagang yang berada di pasar
tradisional. Hal ini disebabkan oleh keterbatasan jenis usaha, aset dan pola
administrasi usaha yang dimiliki oleh pelaku usaha pada sektor UMK. Padahal
jika diperhatikan secara seksama sebenarnya secara keseluruhan prosentase UMK
jauh lebih besar dari usaha-usaha menengah dan besar di pasar Indonesia; dan
merupakan potensi besar dalam perekonomian yang jika dapat dikelola dan
dikembangkan dengan baik tentu akan menguatkan sektor riel dan menggerakan
perekonomian Indonesia yang nantinya berujung pada berkurangnya kemiskinan dan
meningkatnya kwalitas hidup masyarakat.
Keterbatasan terhadap akses sumber-sumber pembiayaan yang dihadapi oleh
pelaku Usaha Mikro Kecil (UMK) terutama dari lembaga-lembaga keuangan formal
seperti perbankan disebabkan karena bank memandang bahwa UMK tidak bankable
(tidak layak –pen). Kondisi ini menyebabkan para pelaku usaha mikro kecil
terpaksa bergantung pada sumber-sumber pembiayaan informal, mulai dari,
rentenir, unit-unit simpan pinjam, koperasi, bank gelap dan bentuk-bentuk yang
lain.
Untuk itu diperlukan lembaga keuangan yang fleksibel, baik dalam hal
persyaratan, jumlah pinjaman minimal dan mekanisme pencairan kredit yang tidak
serumit yang diharuskan oleh perbankan. Nah, salah satu jawaban dari
permasalahan ini adalah Baitul Mal wat Tamwil (BMT) atau yang lazim disebut
sebagai Lembaga Keuangan Mikro Syariah.
Konsep Baitul Maal wat Tamwil sendiri bukanlah hal yang baru dalam
khasanah Islam. Pada fase awal Islam, terutama era kekhalifahan Umar bin
Khattab, Baitul Maal sudah membiayai sarana dan prasarana umum, seperti
pembangunan jalan raya, jembatan dan irigasi pertanian. Seperti yang dijelaskan
oleh Agustianto, bahwa konsep BMT di Indonesia sudah bergulir lebih satu
dekade. Konsep ini telah banyak mengalami pembuktian-pembuktian dalam
‘mengatasi’ dan mengurangi kemiskinan. Peran lembaga ini untuk mengurangi angka
kemiskinan sangat strategis, mengingat lembaga perbankan belum mampu menyentuh
masyarakat akar rumput (fakir, miskin dan kaum dhu’afa lainnya). Akses mereka
terhadap perbankan sangat kecil, bahkan hampir tak ada sama sekali. Mereka juga
tidak punya agunan dan tidak pandai membuat proposal.
Dalam kegiatan bisnisnya Baitul Maal wat Tamwil (BMT) memberikan
pembiayaan dengan prinsip syariah. Prinsip syariah itu sendiri adalah
aturan/perjanjian bisnis yang berdasarkan hukum Islam antara satu pihak dengan
pihak lainnya untuk penyimpanan dan/atau pembiayaan kegiatan usaha lainnya yang
dinyatakan sesuai dengan syariah, antara lain pembiayaan berdasarkan prinsip
bagi hasil (mudharabah), pembiayaan berdasarkan penyertaan modal (musyarakah),
prinsip jual beli barang dengan memperoleh keuntungan (murabahah), atau
pembiayaan barang modal berdasarkan prinsip sewa murni tanpa pilihan (ijarah)
atau dengan pilihan pemindah kepemilikan atas barang yang disewa dari pihak
bank oleh pihak lain (ijarah wa iqtiqna),”.
Berbeda dengan perbankan, selain menerapkan persyaratan administratif
yang relatif lebih mudah, produk jasa keuangan BMT dinilai lebih beragam dan
mampu menjangkau sektor mikro kecil dengan skala pinjaman yang rendah di bawah
Rp. 2 juta, bahkan pada skala pinjaman yang hanya dalam besaran ratusan ribu
saja yang umumnya dipandang tidak menarik bagi bank.
Sesuai dengan namanya, kegiatan ekonomi Baitul Maal wat Tamwil tidak
melulu dalam kegiatan bisnis (at-Tamwil) saja, namun berperan juga dalam
kegiatan sosial (Baitul Maal). Kegiatan sosial ekonomi BMT dilakukan
dengan gerakan zakat, infaq sedeqah dan waqaf. Hal ini merupakan
keunggulan BMT dibandingkan yang lain. Dengan menggunakan dana ZISWAF ini, BMT
memberikan pinjaman kebajikan (qardhul hasan). Qardhul hasan sendiri pada
prinsipnya adalah pinjaman yang baik yang diberikan kepada yang tidak mampu
atau yang terlilit banyak hutang dengan tujuan untuk usaha. Sehingga dana ini
tidak perlu membutuhkan jaminan dan tidak boleh memberikan imbalan/manfaat atas
pinjaman dana tersebut.
Kemudahan akses dan prinsip syariah inilah yang
menjadikan BMT lebih unggul daripada lembaga perbankan dan dapat menjadi solusi
bagi sulitnya masalah pendanaan bagi pelaku usaha mikro kecil. Diharapkan
dengan adanya BMT sektor Usaha Mikro Kecil dapat terus berkembang, sehingga
akan terbuka banyak lapangan kerja yang akan berujung pada berkurangnya
kemiskinan dan meningkatnya kesejahteraan masyarakat. Wallahu A'lam
Bishawab [Muhammad
Arya Kurniawan]
KATA
PENGANTAR
Puji dan
syukur kami panjatkan kepada Tuhan Yang Maha Esa atas Rahmat-Nya yang telah di
limpahkan kepada kami sehingga kami dapat menyelesaikan makalah ini yang
berjudul “Pembiayaan”. Yang merupakan salah satu tugas kewirausahaan pada
semester empat ini
Makalah di
susun agar pembaca dapat memahami apa yang di maksud dengan Pembiayaan secara
umum dan masalah apa yang di timbulkan serta bagaimana memecahkan solusinya.
Semoga
makalah ini dapat memberikan wawasan yang lebih luas kepada pembaca. Demikian
makalah yang kami buat, mohon maaf apabila ada kata-kata yang salah baik yang
di sengaja maupun tidak
Daftar Pustaka
1 . Fuady,
munir,(2006),”buku tentang pembiayaan teori dan praktek”,Jakarta
3 . http://depositosyariah-yuga.blogspot.com
Tidak ada komentar:
Posting Komentar